Thursday, May 15, 2014

Ada Yang Masih Belum Terhenti

Yang tak hentinya merangkul harapan dan siap terbakar menjadi abu,
Yang tak hentinya bermimpi dan tenggelam dalam dunia yang semu,
Yang tak hentinya mendekap rindu dalam  kegelisahan yang syahdu,
Yang takkan segan-segan untuk segera membunuh dan memburu pikiran,

Adalah...
Kita sendiri.

Yang tak hentinya berdansa menggenggam luka pada sebuah belati, 
Yang tak hentinya bersiul diantara keriuhan omong kosong dan basa basi,
Yang tak hentinya berceloteh tentang kesederhanaan langit dan bumi,
Yang tak hentinya digodam untuk hancur dan berjalan kembali dalam sepi,

Namun,
Kita akan berlari,
Memaknai hari,
Membakar sebuah arti.

Lalu mati.

Monday, May 12, 2014

Secuil Kebrengsekan Yang Hadir Dalam Lelah

Sore hari, selepas bimbingan dari kampus, aku mengendarai sepeda motorku melaju ke arah dago. Aku belum tau aku akan kemana. Aku hanya ingin mencoba menjernihkan pikiran yang akhir-akhir ini menjadi buram, akibat ulahku sendiri; bermalas-malasan dengan beberapa aktivitas yang mendadak membuatku tak tertarik. Akibatnya aku pun terserang penyakit, penyakit bosan berdiam diri, atau lebih tepatnya mengurung diri.

Mengurung diri memang mengasyikan, terlebih kalau ada sesuatu yang membuatmu senang. Seperti misalnya koneksi internet waras, rokok ada 5 bungkus dan ada 4 bir dingin ukuran besar, gratis pula. Jadi nikmat 'mengurung diri' mana yang aku dustakan?

Suara klakson dari sebuah motor mengagetkanku ketika aku keasyikan mengendarai perlahan sambil melamun di sekitaran daerah dago atas. Motor yang aku kendarai tak ada kaca spion. Entah alasan apa aku malas memasang kaca spion. Aku menoleh kesamping. Ternyata seorang wanita, kawan lama yang dulu pernah sangat dekat denganku, yang awal bulan Mei lalu berjumpa lagi ketika aku sedang rekreasi di festival hari buruh, mayday dan ketika itu wanita ini memberikanku sebuah postcard dengan gambar yang dia curi dari salah satu pelukis terkenal, Eric Drooker. Gambar yang dia curi untuk postcardnya adalah gambar sepasang kekasih yang sedang bercinta, dan latarnya adalah sebuah jendela yang memperlihatkan sebuah pabrik. Eric Drooker rules!

"Mau kemana?" ujarnya disela-sela kami mengendarai kendaraan masing-masing.

Menepi dulu ujarku. Dia mengikutiku menepi di sebuah kios kecil di sekitaran dago, yang menurutku asik untuk dipake ngopi dan berbincang.

"Naik motor itu jangan sambil ngelamun, bahaya. Gimana kalau kerasukan setan? Mau kemana?" ujarnya dengan menunjukkan ekspresi khawatir.

Aku sedang penat, mau keliling-keliling aja ujarku sambil tertawa.

"Eh, titip kopi item satu." ujarnya dengan nada dingin.

Sejak kapan dia minum kopi? Kopi hitam pulak. Aku memesan 2 gelas kopi hitam. Sambil menunggu ibu kios membuatkan pesanan, aku kembali duduk di sebelahnya, aku pun spontan kaget dia sedang menghisap rokok.

Sejak kapan kau minum kopi dan merokok ujarku. Sepengetahuanku kau dulu sangat membenci orang yang merokok dan tak mau minum kopi karena rasanya pahit. Sekarang aku mendapatimu menikmati keduanya.

Dia hanya tersenyum. Cantik sekali.

Aku baru sadar kau memotong rambutmu menjadi sangat pendek ujarku. Lebih pendek dari potongan rambutku. Berbeda dengan ketika awal Mei lalu bertemu di depan gedung sate.

"Potongan rambut ini bikin aku lebih leluasa beraktifitas dan ga bikin gerah tauk. Yang penting tetep cantik, kan?" ujarnya sambil colek-colek tangan kananku.

Aku tertawa dan mengangguk.

"Setiap orang berubah kok, hal sekecil apapun. Termasuk aku sekarang yang jadi suka sama kopi dan merokok. Aku sekarang suka ngopi gara-gara waktu aku tinggal sama kakek, beliau selalu menyediakan kopi di-rumah, dan beliau menawariku rokok kretek. Parah kan? Tapi ya gak apa-apa sih, toh jadi keterusan." ujarnya melanjutkan sambil sesekali menghisap rokok filter di-antara jarinya.

Aku hanya mengangguk dan menyimak. Ibu pemilik kios mengantarkan 2 gelas kopi hitam yang masih mengepul asapnya. Kami berdua mengucapkan terima kasih. Aku memperhatikan raut wajah dan ekspresinya yang menyita mataku. Darahku berdesir, gawat.

Tenggorokanku kering. Aku terdiam. Aku mengambil segelas kopi yang sudah sedikit hangat. Kopi hitam mengalir. Ini lebih nikmat dari biasanya. Entah kenapa.

"Nah kan ngelamun lagi. Ngelamunin apa sih? Hayoh." ujarnya sambil senyum-senyum.

Ah, enggak, enggak jawabku terbata. Aduh gawat.

"Bilang aja, aku merhatiin kamu soalnya." ujarnya dengan tersenyum.

Mau yang jujur atau yang bohong, ujarku. Dadaku berdegup. Aku ketakutan, seperti yang dia bilang bahwa setiap orang pasti berubah. Mungkin sekarang dia berubah jadi pemarah? Aku hanya mengira-ngira.

"Yang jujur dong, siapa juga yang pengen kebohongan?" ujarnya.

Aku ingin ngelumat bibir kamu lagi, ujarku.

Dia menutup mulutnya dan tiba-tiba tertawa keras. Aku memang pernah melakukan itu kepadanya saat aku duduk di kelas 2 SMA. Aku menatap matanya dalam-dalam lalu diam. Namun baru beberapa detik saja, aku langsung mengalihkan pandangan ke depan. Aku tak berani menatap matanya. Aku takut dia marah. Aku sudah siap jikalau sesuatu terjadi, yang pasti aku sudah berusaha jujur.

Aku permisi untuk membayar 2 gelas kopi hitam yang sudah dipesan tadi. Saat aku kembali duduk di sebelahnya aku melihatnya dengan berusaha santai. Seperti ucapan tadi hanyalah celoteh semata. Mukanya memerah, tapi tersenyum. Cantik. Ah gawat. Satu-satunya jalan keluar adalah beranjak pergi.

Tiba-tiba dia mencium bibirku. Aku tak mengelak. Aku membiarkannya dan tanganku akhirnya menahan kepala bagian belakangnya. Mengusapnya perlahan. Ini dia yang aku inginkan. Setelah beberapa detik saling melumat. Aku baru menyadari ternyata ada angkutan umum yang berhenti di depan tempat kami.

"Kade jang, bisi disangka nu aneh-aneh ku batur."  ujar sopir angkutan umum sambil beranjak pergi lagi.

Kami berdua saling menatap dan memperhatikan sekitar. Ternyata benar, orang-orang yang di sekitar kami memperhatikan kami. Kami terbahak. Kami berdua baru saja melakukan hal yang keren. Kami sepakat itu keren, karena ini adalah publik, terlebih di-pinggir jalan. Dimana orang-orang mungkin berfikir, dasar pasangan sinting. Kami masih terbahak. Kemudian mengambil tas masing-masing, mengeluarkan kunci motor.

"Sekali lagi dong!" ujarnya dengan memohon.

Aku duduk kembali, tapi dia masih berdiri. Kemudian telapak tangannya mendarat di atas rambutku, mengusapnya, lalu dia mencium keningku. Dadaku berdesir. Aku hanya bisa terdiam.

"Aku masih cinta sama kamu loh. Kalau sayang mah ga usah ditanyain segala lah. Itu mah pasti selalu. Aku nunggu waktu buat nyium kening kamu udah lama banget. Itu yang bikin aku bete dan cape." ujarnya sambil tersenyum. Cantik.

Aku masih duduk terdiam. Apa yang baru saja terjadi?

"Mau nginep disini? Ayo pulang, udah gelap." ujarnya sambil menarik tanganku.

Aku baru tersadar. Lalu kami berdua memakai helm dan menyalakan motor masing.

"Hati-hati di-jalan, jangan ngelamun, bahaya. Udah aku cium tadi masa mau ngelamun lagi?" ujarnya cepat ketika aku akan memberitahu untuk berhati-hati di-jalan. Aku mengangguk.

Kamu juga hati-hati, jangan sampe nyium aspal ujarku sambil tertawa.

"Kamu emang nyebelin. Kabarin ya kalau udah sampe rumah." ujarnya sambil tersenyum, cantik.

Aku hanya mengangguk. Dia melesat dengan motor matic merahnya. Aku memasang headset seperti biasa. Menyalakan audio player di handphone. Memilih Theme From Silk Road milik Kitaro, lalu memilih ikon toogle repeat.

Ah. Aku setuju dengan orang-orang yang berpendapat bahwa sore hari menuju gelap malam itu indah bukan main. Peduli setan dengan kemacetan jalanan dago!

Tuesday, March 11, 2014

Post-Ngalor Ngidul: Di Antara Kopi Susu Dan Keju Yang Membuat Mabuk

"..Kalau kamu pengen hari esok terang, putuskan. Jangan terlalu lama di zona kegalauan. Please, saya pengen liat kamu menantang langit, bukan menatap sepatu..."

Aku tak tau maksud perkataan si Ilham ini apa, yang pasti ini membuatku tertawa dan selalu terngiang di dalam pikiran. Mungkin karena aku sudah terlalu kebal dengan yang namanya kegalauan, walaupun di satu waktu pasti aku merasakannya, datang menyeruak tanpa diundang, menyebalkan memang. Namun kondisi yang sedang aku rasakan berbeda, aku sudah terlalu muak dengan yang namanya kegalauan, sehingga aku mencoba mentertawakan dan menelan mentah-mentah kegalauan itu. Mencoba setengah mampus dan berpura-pura tidak peduli, karena aku pikir masih ada hal yang lebih penting dari sekedar terduduk dan terpuruk akibat kelakuanku sendiri. Aku senang kawan dekatku yang satu ini memperhatikanku.

Friday, January 31, 2014

Jangan Biarkan Meredup, Biarkan Mereka Terbakar Habis

"Oh, I don't know what made me to mess with your values. But, it's creeping up slowly!" —Joy Division

Kepenatan yang akhir-akhir ini hadir menyeruak dari berbagai sudut membuatku sedikit kebingungan. Saat ini aku hanya ingin bersandar pada sesuatu, mungkin sebuah pelukan hingga aku tertidur pulas. Dengan beribu sugesti yang aku pikirkan, biasanya menyeduh secangkir kopi hitam panas dengan sedikit gula bisa membuatku setidaknya sedikit merasa lega, sedikit. Begitu sulitnya aku menelan cairan hitam itu melewati tenggorokanku untuk saat ini. Aku mencoba menelan mentah-mentah semua masalah yang hadir dan menyelesaikannya satu-satu dengan perlahan, karena untuk apa berdiam diri dan menangisi sesuatu yang sudah terjadi?

Seringkali kita takut dan tak siap untuk mencumbui kepedihan akan kenyataan yang menghadirkan kesepian, lalu pasrah tenggelam dalam arus yang sejalan dengan terpaksa. Terlebih untuk urusan cinta, yang terkadang membuat kita lupa dengan apa yang kita hasrati untuk sekedar menghidupi mimpi yang telah kita lukiskan sebelumnya. Bisa dibilang aku hampir mengalami hal serupa belakangan ini, hingga pada akhirnya detik ini aku menyadari bahwa yang aku lakukan itu adalah sesuatu yang tak sepenuhnya alami, namun sungguh semua itu benar-benar dari hati. Mungkin kamu atau siapapun akan berkata bahwa aku begitu menyedihkan. Persetan, sungguh mampus aku tak peduli, karena kita takkan tau apa yang terjadi di hari esok, mungkin akan hadir sebuah kegundahan dalam bentuk yang lain dan lebih menjengkelkan.

Jadi, kalaupun nanti kisah cinta yang aku jalani saat ini harus berakhir, aku hanya ingin membiarkannya terbakar habis, namun tetap menemaninya dan mencintainya dalam sunyi tanpa harus beranjak pergi.

If we don’t try, then we'll never know,
How it could have been special,
Yeah, it could have been nice,
But for now I'll stay, that’s nice!

—Sajama Cut

Monday, January 27, 2014

Yang Dibiarkan Tenggelam Dalam Rindu

"Come on baby, light my fire, try to set the night on fire and our love become a funeral pyre." —Light My Fire, The Doors

Rindu yang dikutuk jarak & waktu menjumpai titik temu. Aku milikmu, engkau milikku, detik ini, ujarku dalam hati. Malam sepertinya iba, melihat aku dan kamu bercumbu sampai pagi. Aku tak peduli dengan hujan di-luar yang semakin deras, yang datang tak henti-hentinya dan mungkin bisa menenggelamkan kota ini, kota Jakarta yang sedang aku datangi karena sesosok wanita yang membuatku jatuh cinta, ya cinta. Karena sebetulnya aku sangat malas berkunjung ke kota ini, terlebih jika merasakan panasnya cuaca dan penat kemacetan disetiap petak jalannya.

Aku memperhatikan dirimu yang dingin dan apa adanya, aku menyukainya sungguh. Membuatku berfikir dan yakin, bahwa memang setiap individu mempunyai caranya masing-masing untuk menampilkan diri dan menjalani hidupnya. Namun di-balik dinginnya dirimu, aku melihat, mencoba menyelami sorotan matamu yang tajam dalam-dalam. Ada sebuah kepedihan yang kamu telan mentah-mentah disana, sesuatu yang benar-benar pernah membuatmu ambruk. Aku bisa melihat dari matamu; bagaimana kamu berjuang mati-matian untuk kembali menata dirimu, merapihkan kembali mimpi-mimpi yang tak henti-hentinya kamu lukiskan.

Aku kembali memelukmu—yang sedang asik memainkan permainan berkebun—dari belakang. Begitu melegakan melihatmu bisa mempunyai cara tersendiri mengalihkan kebosanan akan hidup. Hujan masih terdengar, semakin deras. Walaupun banyak orang yang mengutuk hujan di-akhir dan awal tahun, aku sungguh tak peduli. Untukku hujan itu memberikan banyak pelajaran tentang sebuah kesetiaan. Setia membasahi bumi di-awal bulan Desember hingga—mungkin—akhir Januari dengan tak henti-henti, dan kemudian akan pergi, lalu kembali memupuk rindu untuk bertemu lagi.

***

Aku memelukmu dari samping dan mencium bibirmu yang mungil. Aku tahu dirimu sedang berada dalam kondisi setengah sadar karena kelakuanku yang berengsek; membuatmu tidak tidur sampai terangnya langit pagi muncul dengan malu-malu, lebih tepatnya mendung. Sedangkan beberapa jam lagi kamu harus menjalankan rutinitas harian, mengais rupiah. Mengumpulkan sedikit demi sedikit dan mencoba bertahan demi mimpi-mimpi yang yang kamu dekap terus menerus.

Ada sedikit gelisah yang menggumpal dalam dada, aku merasakan sedikit kegundahan tentang rasa bersalah. Di-telingaku terngiang sepenggal puisi—entah milik siapa—yang dilantunkan oleh Godspeed You! Black Emperor beriringan dengan suara drones, berulang-ulang.

Kiss me, you're beautiful,
these are truly the last days,
you grabbed my hand,
and I fell into it,
like a daydream or a fever.

"Hati-hati ya." ujarmu dengan mata setengah tertutup sambil sesekali merapihkan rambut ikal pendekmu yang diam-diam aku kagumi.

Aku jadi teringat malam sebelumnya engkau berkata bahwa rambutmu ikal, jadi jangan diacak-acak. Aku hanya tersenyum dan mengiyakan. Ada satu yang aku sedikit sesalkan, aku tidak bisa mengabadikan beberapa momen di-sana, dan keadaan hiruk-pikuk Ibukota yang semerawut, karena aku lupa membawa camera digital yang biasanya selalu aku bawa kemana-mana, entah kenapa aku bisa lupa. Keparat.

Aku mencium pipi kananmu, lalu dengan sedikit berat hati—karena aku harus pulang ke Bandung untuk melakukan ujian akhir semester yang seenak jidat dirubah jadwalnya—berjalan menuju sebuah pintu dimana itu adalah jalan satu-satunya untuk beranjak, melenggang pergi untuk lain waktu kembali menengoki. Pada seperempat ujung jalan aku menoleh ke satu rumah, sebuah rumah yang kamu tempati, aku akan kembali lagi.

See you again, love.
 

—Jakarta, 20 Januari 2014.

Tuesday, January 21, 2014

Mixtape: Daydream Vol. 1


Lagu yang berada di-dalam Mixtape ini adalah lagu-lagu yang diputar secara acak ketika membaca kumpulan cerpen Perempuan Kopi: Sebuah Antologi Patah-Hati milik Rusnani Anwar. Selagi aku masih terngiang-ngiang dengan 8 lagu ini, maka aku jadikan Mixtape. Berikut urutan lagu dan link download:

1. Molasses Old Poe
2. Neil Young My My Hey Hey (Out Of The Blue)
3. Payung Teduh Menuju Senja
4. The Lost Patrol Same Heart Will Tear Me Apart
5. The Weakerthans Pamphleteer
6. Fugazi I'm So Tired
7. Amukredam Tuhan Di Reruntuhan
8. Black Sabbath Wheel Of Confusion

DOWNLOAD

Thursday, January 16, 2014

Sekelumit Sendu

Resah itu bersenggama dengan kabut, masih berlanjut. Sampai kapan? Ah, kemelutnya begitu memabukkan. Pilu sudah aku cumbui, dekapan selalu dinanti untuk sekadar menghadirkan temu. Semesta, biarkan aku tetap berkelebat dan tenggelam dalam kelu. Biarkan aku mengikhlaskan rentetan rindu dan membiarkan sepotong kegelisahan ini berlalu.

Untuk beberapa kawan yang sekarang terhalang jarak untuk sekedar berkicau, yang sedang menghidupi hidup dan mimpi-mimpinya. Stay strong, my friends!