Sunday, January 5, 2014

Yang Kita Butuhkan Adalah Cinta

"..It's a kind a hard to believe. But, I'm trying to take it..." —Simple, Pure Saturday

***

"Halo, apa kabar, Cil? Btw, kamu hidup jatuh-bangun dengan mimpi-mimpi kamu tapi tetep ceria dan bisa menghidupinya. Kadang saya sirik sama diri kamu, ya mungkin saya memang sirik sama kamu. Makasih buat semuanya bro." ujar kawan lamaku melalui pesan singkat secara tiba-tiba tadi pagi.

Aku tersenyum sekaligus kaget. Setelah kurang lebih 3 tahun lamanya tidak bertukar sapa dikarenakan adu bacot perihal makna 'cinta-kepada-seseorang' yang tak berujung dan mungkin beberapa pikiranku membuat dia sedikit tersinggung, lalu beranjak pergi tanpa pesan, namun meninggalkan jejak cerita duka. Aku tak membalasnya, entah alasan apa aku tak mau membalas pesan singkatnya. Aku biarkan saja.

Kawanku ini memang selalu memaksakan kehendaknya secara bertubi-tubi terhadap pasangannya. Terlebih kekasihnya itu aku kenal jelas bahwa dia adalah orang yang tak mau dipaksa, terlebih urusan cinta, tapi dia selalu serius jika berhubungan. Aku kenal jelas karena kekasihnya tersebut adalah teman dekatku selama 4 tahun lamanya ketika kami duduk di bangku sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas, dan sampai sekarang.

Namun aku dengar dari beberapa kabar yang beredar, kawanku ini sudah melanjutkan hubungan dengan kekasih barunya ke jenjang yang lebih tinggi: Pernikahan. Aku turut berbahagia. Semoga lancar.

***

Aku sekarang sedang dilanda cinta kepada seseorang yang sedang menghidupi mimpi-mimpinya di Ibukota. Aku jatuh cinta kepadanya entah karena apa, tak bisa dijelaskan, tak bisa digambarkan. Pengandaian-pengandaian pun rasanya tak bisa mewakili perasaanku kepada wanita penikmat kopi ini, mengalir saja. Tanpa ada intervensi, paksaan satu sama lain, karena aku yakin jika ada paksaan aku (dan mungkin wanita ini) takkan bisa cukup bahagia seperti saat ini. Aku hanya bisa mempercayakan kepada diriku dan apa yang aku yakini saat ini.

Beberapa kawan dekatku terkadang suka geleng-geleng kepala dan bertanya perihal apa yang ada di-belakang 'cinta' yang aku dekap sekarang ini. Sehingga aku bisa tetap menjalani mimpi-mimpiku dengan cinta. Aku hanya menjawab; biarkan saja mengalir. Karena jawabanku yang seperti itu, ada seorang kawan dekatku yang bersikukuh bertanya kenapa aku seheroik itu dan sepertinya dia memang tak mengerti apa yang kumaksud dengan 'mengalir' itu.

Sungguh, aku tak seheroik Gibran yang membiarkan Karamy melenggang ketika mereka dikutuk oleh keadaan sekitarnya. Mengalir untukku bukan sekedar membiarkannya, tapi melakukan sesuatu untuk menjadikannya sesuatu juga dan tetap menjaga hati tanpa ada tetek bengek dan menekankan: "Kamu harus bla bla, agar kita bisa bla bla bla..". Karena sesungguhnya siapa sih yang tak mau memperjuangkan sesuatu untuk apa yang dicintainya? Mungkin ada, ya. Aku yakin yang seperti itu pasti tidak punya hati dan perasaan mungkin.

Ada juga yang mempertanyakan jikalau seseorang yang kita cintai masih ada sedikit interaksi dengan bekas pasangannya, atau lebih tepatnya diganggu. Setiap orang punya masa lalu, ada yang sudah selesai dengan masa lalunya, ada juga yang belum. Jadi kenapa harus bersikeras melarang? Aku hanya bisa mengingatkan, mungkin untuk berhati-hati saja. Coba pikirkan jikalau misal nanti suatu saat sudah bergandengan pasangan atau mungkin menikah, namun salah satu dari pasangan masih mempunyai urusan yang belum selesai mengenai masa lalu, apakah itu semua akan menjadi nyaman? Aku hanya bisa menjawab, mungkin iya, mungkin juga tidak.

Mereka sendiri yang nanti akan menghidupi hidupnya satu sama lain. Bagiku membiarkan seseorang yang kita cintai masih berurusan dengan urusan lama, terlebih memang urusan lama itu sudah bukan menjadikan dirinya terpaku, itu tak masalah ketika belum memasuki tahap hubungan selanjutnya, agar pada saatnya bergerak maju selangkah lagi kejenjang yang lebih tinggi, tak ada kekisruhan yang mungkin akan hadir menyeruak di-hari esok.

Diriku pribadi sudah menutup kisah-kisah yang lalu, mau tidak mau. Karena aku tak ingin semuanya menjadi bayang-bayang dan saat ini aku sudah memilih seseorang untuk dicintai, seperti yang tadi aku bilang. Jadi, kalaupun nanti waktunya tiba untuk diriku maju selangkah lagi, kenapa tidak? Aku akan maju untuk melangkah. Namun yang jelas sekarang aku hanya ingin membiarkannya mengalir, menghidupi mimpi-mimpiku, menjaganya dengan hati-hati, menjalaninya dengan sepenuh hati, dengan cinta.

Mari ngopi.

No comments:

Post a Comment