Wednesday, November 20, 2013

Datukad

"Biarkan aku hilang tanpa arti. Jangan cari aku di surga, maknaku hanya metafora." —Surga Metafora, Forgotten

*

Setelah ada keperluan dengan beberapa kawan di-kampus aku akan menuju suatu tempat dimana ada orang-orang yang sedang menuntut upah pekerjaan agar dinaikan standarnya.

"Mau kemana, Cil?" salah satu kawanku bertanya.

"Ke Gasibu, sedang ada aksi buruh." jawabku.

"Ngapain coba? Ga ada kerjaan banget sih ngurusin yang begituan." ujar salah satu kawanku lagi yang lain, yang sangat 'mahasiswa' banget.

Aku hanya tersenyum dan pamit sambil berkata dalam hati; "Persetan dengan kalian semua!".

Aku berada di tengah-tengah kerumunan 'massa' yang sedang memanas. Aku melihat sekeliling dan merasakan ada yang mengalir dalam aliran darahku ketika melihat wajah-wajah mereka, diluar perkataan sang orator yang membuatku jengkel yang masih saja menggertak dengan orasi "..Kita akan membawa massa lebih banyak dari ini, jika bla bla bla bla..", ada sebuah rasa kagum kepada mereka yang mendekap erat harapannya, tak peduli walaupun mereka dihantam teriknya siang hari. Mereka berkumpul menjadi satu kesatuan yang utuh.

Aku duduk di-sisi trotoar. Aku memasang headset, mengambil handphone dan memutar People of The Sun milik Rage Against The Machine dengan volume tak kepalang tanggung sambil menikmati roti yang kubeli dari penjual cemilan di dekat trotoar.

You're history, this is for the people of the sun!

**

Aku mendapatkan diriku berada di-salah satu tempat berteduh yang sering kukunjungi. Orang-orang menyebutnya Koje Balubur. Aku memang dapat lebih menikmati sore hari ketika aku menyendiri. Aku mengeluarkan buku yang belakangan ini selalu menemaniku, Lelana: Jiwa-Jiwa Yang Hilang karya Anjar yang kudapat dari salah satu kawanku. Novel ini menurutku sangat bagus, terlebih dengan cara penuturan sang penulis yang mengalir dan tak terduga.

Angin sore yang datang kali ini terasa berbeda, begitu menyejukkan walaupun sedikit terasa menggebu, ditambah sinar mentari yang muncul dengan indahnya. Sedikit aneh memang dengan cuacanya, terlebih beberapa hari kemarin Bandung terus-menerus diguyur hujan dengan derasnya.

Aku menutup buku, menyimpannya di-dalam tas. Aku bergegas memesan kopi dan membeli beberapa batang rokok. Aku tak ingin melewatkan keadaan yang jarang datang seperti sore ini. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam-dalam, menghembuskannya agar dapat berjumpa dengan semesta. Aku meneguk kopi yang masih terasa panas, tenggorokan dan lambungku seperti kegirangan bertemu dengan Caffeine. Nikmat sekali.

Orang-orang dan kendaraan bersaing, berlalu lalang di-depan mataku. Ada yang berwajah muram, juga sebaliknya. Pandanganku teralihkan ketika ada beberapa anak kecil yang sedang bermain di-sekitarku. Raut wajah mereka begitu ceria. Semoga ketika mereka beranjak dewasa, mereka bisa menghadapi dunia yang indah dan busuk ini.

Sebuah motor hadir di-hadapan mereka, memaksa anak-anak kecil tersebut pergi. Sepasang muda-mudi, yang sedang dilanda cinta, pikirku. Karena mereka sangat terlihat mesra bagiku. Mereka mendekat, tersenyum dan duduk sangat dekat di sebelahku, aku membalas senyumnya. Aku melihat sebuah backpatch yang terpasang di-punggung jaket sang lelaki; Anarchy For Our Life To Be Better, lengkap dengan icon berbentuk huruf A. Sang wanita memakai totebag dengan tulisan Žižek yang aku yakin dia mendapatkannya dari salah seorang kawanku yang menjualnya. Wanita ini menggunakan sepatu Hi-Top Sk8 Vans Slayer Signature yang sangat aku inginkan, namun aku tak punya cukup uang untuk membelinya, harganya sangat mahal bagiku, untuk makanpun terkadang aku bingung. Aku hanya mengangkat alis dan kembali menikmati suasana yang sangat menyegarkan dan jarang datang.

"Tadi siang macet banget di gasibu, ada buruh yang demo. Ngapain coba itu buruh-buruh demo, bikin jalanan macet aja." ujar sang wanita.

Tiba-tiba dadaku berdegup kencang mendengar perkataan wanita yang berada di-sebelahku.

"Aku juga bingung, para buruh maunya apa sih? Padahal kerja mah kerja aja, ga usah sok sok demo, kan ada kemungkinan mereka ga akan di keluarin." ujar sang lelaki dengan terbata-bata.

Aku spontan membalikan wajah kepada mereka, dan sang lelaki yang terlihat olehku mengangguk. Aku terdiam sejenak.

"Ada apa mas?" ujar sang lelaki, sang wanita jadi ikut memandangku.

Aku menggelengkan kepala dan mengalihkan pandangan ke depan sambil berpikir: Gila! Dengan backpatch Anarki yang terpasang di punggung sang lelaki dan tulisan Slavoj Žižek di-totebag sang wanita, mereka masih bisa berkomentar konyol seperti itu. Apakah mereka tidak merasakan apa yang dirasakan oleh buruh? Sepertinya tak usah jauh-jauh kepada buruh, mungkin juga mereka pun tak mau tau apa yang dipikiran orang tuanya, yang setiap hari banting tulang mencari nafkah untuk keluarga. Tapi mungkin mereka dengan mudahnya meminta uang kepada orang tuanya, memelas dan jika tak dipenuhi akan marah-marah, lalu raut wajahnya akan cemberut.

Aku tak ingin surga yang indah yang sedang kunikmati saat ini terganggu karena celotehan sepasang kekasih yang begitu 'hebat' dan aku tak ingin mati tertawa karenanya. Aku memasang headset dan memutar Let's Make History milik The (Int.) Noise Conspiracy dengan volume maksimal, agar percakapan mereka yang mungkin akan membuatku ingin tertawa tak terdengar.

My heart's still red, but it's hard having the energy to fight,
When everything is spinning around in my head,
There is talk about dancing on the barricades but someone special is on my mind,
How are we going to make history when you are not here with me?

Aku menyalakan rokok dan menikmati kopi yang sebentar lagi akan tandas tak bersisa. Aku melihat ada senja yang mulai terlihat.

Detik ini, aku benar-benar sedang dilanda kerinduan pada seorang wanita mungil yang dingin, yang sedang berjuang untuk kuliahnya, yang membuatku jatuh cinta 3 tahun lalu sampai detik ini, sangat kujaga rapih-rapih perasaanku padanya. Aku ingin mengiriminya pesan bahwa aku rindu padanya, tapi aku mendadak tak berani, aku takut dia terganggu.

Gelap pun akhirnya datang, sepasang kekasih 'hebat' masih di-sebelahku. Aku menyelendangkan tas, memasang helm dan menyalakan motor, bergegas untuk pulang ke-rumah. Aku berdo'a sebelum pulang; Semoga esok hari aku tidak akan berubah menjadi seperti mereka, jikalau aku berubah menjadi seperti mereka, aku akan meminta kawanku atau siapapun untuk melemparkanku ke laut (karena aku tak bisa berenang) dan membiarkan diriku hilang tak berarti.

Mesin-mesin memadati Cicadas, para MoGe pun tak berdaya. Aku masih terbayang-bayang dengan celotehan sepasang kekasih yang tadi kutemui, aku jadi tertawa, orang-orang yang sedang terjebak macet memandang padaku, mungkin aku sudah gila pikir mereka. Persetan, yang penting aku benar-benar merasa lega, setelah tadi tak bisa tertawa. Suara bapak hip-hop syaiton a.k.a Morgue Vanguard (dengan kendaraannya TriggerMortis yang ga beres-beres) mengalir di-telingaku.

Sudah kuduga, aku akan berubah wujud;
Separuh hamba, separuh tuhan, separuh marduk,
Separuh hidupku dirancang mereka tetap terkutuk,
Separuh kutinggalkan terikat di rel kereta,
Dan kubiarkan berlanjut.
separuh hidupku dirancang mereka tetap terkutuk
separuh kutinggalkan terikat di rel kereta

2 comments:

  1. Wuanyiing... Martabat zizekian par excellent tetiba kasuat ku eta young couple. Radical chic emang lebih bikin kesel selain, tentunya, si ikon itu sendiri. Btw, playlist ente coba selipin sebiji aja marling gera, niscaya masalah tuntas. Udah.

    Dari Zizekian football mundial.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maunya sih tadi "Palapa"-nya Rela, cuma pas tadi memang suasananya cocikssss playlist-nya begitu dan biar keren ajeeeee....

      Wahai dewa curut, terima kasih telah menyelamatkanku mati tertawa tadi sore.

      Delete