Saturday, November 16, 2013

Fight The Power

Pagi tadi setelah mengantarkan adikku bersekolah, aku memutuskan untuk mengunjungi salah satu taman yang sudah lanjut usia. Aku sangat salut dengan orang-orang yang sedang lari berkeliling taman dengan cuaca pagi hari segelap ini. Mereka tak peduli dengan dingin yang menusuk dan hujan yang mungkin akan datang secara tiba-tiba lalu membuat mereka basah kuyup. Terlebih musim penghujan telah tiba.

Aku memesan segelas kopi susu di-salah satu warung yang (terlihat) sepagi ini sudah siap untuk mencari nafkah. Ibu pemilik warung sangat ramah, aku sangat senang. Anak lelaki-nya yang mungkin baru memasuki sekolah menengah pertama sangat sopan, menyalami tangan Ibu-nya dan siap berangkat untuk 'menuntut ilmu'. Anak lelaki sang pemilik warung tersenyum ramah. Aku membalas senyumnya.

Setelah membayar kopi aku permisi. Aku duduk di-salah satu bangku taman. Memasang headset dan menyalakan lagu; memilih Hurt milik Nine Inch Nails. Ada yang berbeda kali ini, aku tidak membakar rokok. Sudah beberapa hari ini aku mencoba mengurangi takaran menghisap rokok. Tiba-tiba seorang lelaki duduk di sebelahku.

"Permisi dek, ikut duduk." ujarnya sambil tersenyum ramah

"Silahkan mas. Kopi?" ujarku

Dia hanya mengangguk. Lalu dia membuka koran yang masih hangat. Aku memperhatikannya, ia sedang mencari pekerjaan. Aku melepas headset yang masih terpasang di-telinga.

"Lagi cari kerja pak?" tanyaku disela-sela dia membaca koran

"Iya nih dek, susah banget sekarang cari kerja." jawabnya sambil menutup koran tersebut.

"Sebelumnya kerja dimana?" tanyaku lagi

Dia tersenyum lebar.

"Saya dulu kerja di-salah satu pabrik di Bandung. Tapi saya dikeluarkan karena saya menentang salah satu kebijakan disana yang memang menurut saya membuat para pekerja benar-benar kelelahan dan seperti robot berjalan, apalagi dengan upah yang jauh dari harapan para pekerja. Saya mempunyai 2 anak yang dua-duanya duduk di bangku sekolah dasar. Sekarang saya berjualan masakan istri saya di rumah kontrakan. Hasilnya tak cukup untuk biaya sekolah anak saya, makanya saya sedang cari kerjaan lagi." jawabnya dengan raut wajah ramah dan lagi-lagi tersenyum.

Aku hanya mengangguk. Bapak ini digandrungi masalah ekonomi namun raut wajahnya tak memperlihatkan bahwa dia sedang mempunyai banyak masalah. Aku sedikit tersindir. Aku yang mungkin masih terbilang muda, selalu banyak mengeluh dengan keadaan sekitar yang memang sudah semerawut adanya. Terkadang aku tak bisa berfikir ketika dilanda masalah, termasuk mencari solusinya. Sedangkan bapak ini terlihat tenang, padahal keadaan ekonominya sedang tidak baik-baik saja.

"Hidup ini memang nyebelin dek, kita semua dipaksa buat tunduk pada sistem ekonomi hari ini yang segala sesuatunya mahal. Apalagi buat saya pribadi, semuanya terasa sulit. Tapi ga mungkin kan kita menyerah gitu aja, ada yang harus kita lakuin biar keadaan yang kacau bisa sedikit membaik, setidaknya buat kita sendirilah." sambungnya panjang lebar.

Aku sepakat dengan bapak ini. Ketika dihadapi dengan masalah apapun itu, kita tak semestinya menyerah, kita harus terus memperjuangkannya, walaupun keadaannya menyebalkan. Aku benar-benar kagum dengan bapak ini. Aku seperti merasa disentil oleh perkataannya.

Aku harus pamit karena aku harus menjaga warnet di-rumah dan berterima kasih kepada bapak 'keren' ini atas percakapan pendeknya. Dia mengangguk dan mengingatkanku untuk berhati-hati dijalan banyak polisi yang sedang mencari sarapan. Aku hanya tertawa. Segelas kopi yang baru kucicipi beberapa teguk kutinggalkan. Aku berjalan menuju motor yang kuparkir di-depan taman. Aku memasang headset, dan terdengar suara Chuck D & Flavor Flav berteriak:

"We gotta fight the powers that be! Fight the power. Fight the power!"

Aku hanya tersenyum dan set toogle repeat, memutar Fight The Power milik Public Enemy sambil ikut (sok) ngerap hingga sampai di-rumah.

Fight for your right, let's start today!

No comments:

Post a Comment